HIPNO-PARENTING


     
Hypnoparenting

1. Terlalu Banyak Kesedihan dan Air Mata

Abreaction adalah wujud pelepasan emosi dalam proses hipnoterapi. Salah satu bentuk abreaction adalah “kesedihan dan tetesan air mata”.

Sudah tak terhitung klien yang mengalami abreaction dalam hipnoterapi saya. Rasa marah, muak, penyesalan, mual, muntah, dan kesedihan silih berganti dialami oleh para klien.

Pada saat mereka mengalami abreaction, saya membiarkan emosi tercurah. Saat emosi itu dicurahkan, energi negatif yang menyertainya juga dilepaskan sehingga diri menjadi lega dan plong. Butuh kesabaran, empati dan compassion menghadapi klien yang sedang mengalami abreaction.

Abreaction yang paling banyak saya jumpai ialah kombinasi “kesedihan dan kemarahan”. Terutama mereka yang mengalami luka batin, trauma dan penderitaan yang terpendam dari pengalaman hidup buruk mereka di masa kecil. Ironis dan paradoksnya, penyebab luka batin itu justru orang-oeang yang semestinya memberikan ” Cinta” Pada mereka. Level tertinggi ialah orangtua. Masalahnya juga bukan pada niat mereka menyakiti melainkan karena mereka memaksakan model “didikan” Versi mereka kepada anak, tanpa memperhatikan dampak psikologis ataupun bahasa kasih yang anak-anak mereka butuhkan.

Budaya yang tertanam dalam tradisi kita bahwa orangtua tak salah dalam mendidik anak semakin membutuhkan kesabaran agar anak dapat memaafkan dan mengampuni orangtua mereka yang telah membuat jiwa mereka terluka. Mereka cenderung menyalahkan diri sendiri daripada orangtuanya. Proses yang bagai lingkaran setan ini yang membuat banyak hal buruk tetap terpelihara dalam diri seseorang, bahkan cenderung menjadi blok mental permanen jika tidak diselesaikan.

Perhatikan hal berikut:

Kesulitan bersosialisasi, mindset yang cenderung negatif, rejeki yang menjauh, jodoh tak kunjung datang, seandainya datang karakternya seperti mengulang hal buruk yg dialami waktu kecil, kesehatan yang rapuh, terutama di bagian titik terlemah dari tubuh, dan kegagalan-kegagalan lain yang berlomba unjuk gigi di pengalaman hidup.

Hal di atas adalah dampak dari luka batin, trauma dan penderitaan terpendam yang dialami waktu mereka kecil yang tak tersembuhkan. Lebih parahnya lagi, si “korban” Di waktu kecil, pada saat mereka dewasa dan mempunyai pasangan ataupun anak, mereka menjadi “pelaku” Yang menimbulkan luka batin bagi anaknya atau orang terdekatnya.

Hipnoterapi membantu seseorang bisa menetralisir dampak emosi buruk dari luka batin. Salah satu caranya ialah memampukan pikiran bawah sadar klien memaafkan dan mengampuni sumber pembuat luka batin mereka.

Terlalu banyak kesedihan dan air mata yang tercurah dalam proses hipnoterapi adalah baik dalam proses penyembuhan luka batin seseorang.

Semakin banyak tissue yang saya beli dan cepat habis, itu tanda bahwa semakin banyak jiwa jiwa terluka disembuhkan dalam proses hipnoterapi.

“Kasihilah dan didiklah anak dengan tulus. Kenalilah bahasa kasih mereka dan didiklah sesuai bahasa kasih itu, bukan sesuai dengan ego kita, para orangtua”.

 

 2. Kutukan Yang Menjauhkan Jodoh

Sharing kali ini saya ambil dari kisah hypnoterapi di dua tempat dan masa yang berbeda. Yang pertama di Singapura beberapa tahun yang lalu, yang kedua di tempat praktek hipnoterapi saya di Tangerang Selatan, beberapa hari yang lalu.

Ini kisah tentang perkawinan dan asmara yang gagal. Sophia, klien saya di Singapura telah menikah tiga kali. Ia memilih bercerai karena suami ringan tangan melakukan KDRT. Dia mempunyai pacar lagi dan sama seperti mantan suaminya, saat pacaran sangat baik. Karakter aslinya yang ringan tangan tidak kelihatan. Belajar dari tiga perkawinannya yang gagal, ia hendak memastikan bahwa yang keempat menjadi suami yang kekal selamanya dan sayang sama dia.

Sophia masuk ke momen Past life atau masa lampau, sebelum kehidupannya sekarang. Dia adalah seorang Puteri Bangsawan di Inggris, meninggal sekitar tahun 1632 yang menolak dijodohkan. Ibunya sangat marah. Lalu mengutuklah dia: “kamu tak akan punya suami yang sayang sama kamu. Suamimu nanti suka pukuli kamu! “. Di kehidupan masa itu, Sophia sampai meninggalnya tidak menikah.

Momen kehidupannya di Past Life inilah yang menjadi akar penyebab suami dalam tiga perkawinan melakukan KDRT.

Kisah yang lain adalah kisahnya Lasmi. Ia dianugerahi seorang anak, namun suami meninggalkannya. Sekian tahun menjadi single parent, ia bertemu pujaan hatinya dan berakhir sang pujaan hati selingkuh sebelum sampai di pelaminan. Kata kata Sang Paman, yang selalu diulang waktu dia remaja: ” Lasmi, nanti kalau kamu punya suami akan selingkuh melulu”, menjadi kata yang menghunjam hati, yang akhirnya terekam di pikiran bawah sadar. Apalagi tanpa disadari, dalam candaan papa dan namanya seperti mendukung kata-kata pamannya Lasmi.

Terapi dua kasus yang mirip ini sama, yaitu “kutukan harus ditarik” Oleh si pemberi kutuk. Dalam kasus si Sophia adalah ibunya. Dalam kasus si Lasmi adalah paman yang terdukung tanpa sengaja lewat candaan orangtua.

Dalam kasus Sophia, karena penyebabnya ada di Past Life, setelah diselesaikan masalahnya dengan mamanya yang di Inggris, momen past life “ditutup”, berhenti di momen masa lampau itu saja, tidak terbawa sampai di momen kehidupan yang sekarang.

Tentu saja, pengungkapan perasaan (circle & chair therapy), dan forgiveness telah dilakukan oleh Sophia dan Lasmi.

Refleksi pembelajaran dari kasus di atas adalah:

1.   Kutukan itu nyata hasilnya. Jadi, berhentilah mengutuk, apalagi yang dikutuk adalah anak atau keponakan sendiri.

2.   Berkatalah selalu yang positif dan baik kepada anak dan siapapun, karena kata yang meneduhkan, memotivasi dan mengangkat harkat martabat manusia membuahkan kebajikan dan kebaikan.

3.   Hukum sebab-akibat itu adil. Jika masalah di kehidupan lampau belum selesai, bisa jadi penyelesaiannya ada di kehidupan yang sekarang. Selalu berpikir terbuka dan positif.

 

 

21/12/20

 

Salam sehat, sukses dan berkelimpahan

Heri Siswanto

soul hypnotherapist

www.herisiswanto.com

0 komentar:

Posting Komentar