Mengapa Manusia Ada daripada tidak ada
Judul di atas adalah pertanyaan reflektif yang selalu saya ingat dari dosen Filsafat, sekaligus pembimbing rohani saya (dulu), akmarhum Romo Louis Leahy SJ.
Pertanyaan esensial yang membuat saya selalu termotivasi untuk melihat apapun dari sudut alasan internal atau eksternal dari keberadaan manusia di dunia ini. Sikap ini membuat saya sangat terbuka terhadap apapun yang terjadi pada manusia baik dari sisi spiritualitas maupun sisi manusiawi bahkan duniawi dari keberadaan manusia itu sendiri. Sesuatu yang umum di mata manusia yang lain bisa menjadi unik bagi manusia secara personal. Menghargai keunikan dari proses manusia mencari jaridirinya inilah yang membuat saya berfokus pada kebenaran dibalik keunikan atas apa yang dialami masing masing manusia. Kebenaran A bisa jadi sama dengan kebenaran B, namun content dan proses pengalamannya bisa berbeda. Inilah keunikan. Ini fokus prinsip dasar yang saya pegang sebagai seorang hipnoterapis. Pemahaman ini yang membimbing saya sampai pada satu titik bahwa hipnoterapi bukan hanya masalah pemikiran otak melainkan juga sampai pada pemikiran jiwa atau Roh, dan masing-masing mempunyai memori pengalaman yang berbeda dan menjadi bagian yang saling mendukung dalam mengutuhkan jiwa, dalam proses menjadi diri sejati. Hipnoterapis hanya menjadi guide àgar berdasar pengalamannya yang muncul, klien bisa menemukan sendiri apa yang
terbaik
bagi dirinya untuk saat ini dan yang akan datang. Memori jiwa ini bagai laut tak bertepi, perjalanannya bagai melampaui batas ruang dan waktu. Ibarat penari, ia tidak hanya memainkan tadi gambyong atau Caman melainkan juga tadi perut timur Tengah, flash dance, break dance dan apapun itu. Bagi yang tidak siap menghadapi realitas jiwanya sendiri, ia bisa depresi, merasa gila. Bahkan tidak berpikir seperti itu, orang lain di sekitarnya yang "berpikirnya berhenti di otak" Saja mengatakan kamu sakit, kamu stress, kamu sesat, kamu berdosa, kamu melawan sunattullah dsm, akhirnya akan "mengamini" Kata orang lain, menyingkirkan kata hati, wisdom, nurani atau jiwa terdalamnya sendiri. Lebih parah, ia mengamini itu sebagai kebenaran yang menutup pintu hati menyelami lebih dalam apa yang sesungguhnya terjadi ketika berjumpa dengan orang yang seperti dirinya "dahulu".
Banyak yang bertanya, apa misi jiwa atau hidup saya di dunia ini? Untuk mengetahui misi jiwa secara akurat, seseorang mesti memahami asal induk jiwanya. Memang, manusia diciptakan oleh Tuhan. Dari sanalah kita berasal. Pernyataan yang selalu serta merta dikembalikan ke Tuhan, itu seperti melompati pemahaman akan sebuah proses perjalanan jiwa yang membuat seseorang "terdampar" Di tempat ini, dalam tubuh ini, sampai saat ini. Romo Bas Sudibya SJ waktu jadi pembimbing Novis SJ di Girisonta sering mengatakan orang seperti ini sebagai "tidak membumi". Harus dibawa ke titik terminal di bumi ini biar tahu ia hidup di bumi ini, bukan di langit. hic et Nunc. Di sini dan sekarang.
Setelah mengetahui asal induk jiwanya, seseorang masih mempunyai pilihan bebas untuk mengambilnya atau tidak. Mengapa bisa menolaknya? Pada prinsipnya, siapapun yang terlahir menjadi manusia di bumi ini mengikuti hukum alam dan setelah berproses dengan hukum alam, pada saat ia memahami tujuan hidupnya, ia bisa memilih take it or not. Ambil dan jalani atau tidak. Semua ada "konsekwensi". Titik konsekwensi ini yang seringkali tak terlihat dalam putusan manusia karena sulit lepas bebas terhadap kenikmatan ego yang sudah dirasakannya, atau terbungkus dengan pemikiran sendiri atau tak mau melihat jiwa diri telanjang. Itu bukan saya... Dsm. Sampai titik ini, induk jiwa juga tak memaksa, wisdom tak memaksa, entitas pelindung tak memaksa, bahkan Tuhan-pun tak memaksa, sampai diri menjadi siap. Pertanyaan apa misi jiwa saya selalu kembali pada diri masing-masing. Soul hipnoterapi membantu mengurai benang kusut sampai diri klien sendiri mendapatkan kenyataan "diri" Nya yang sangat agung dan luar biasa, baru dia mudah menelusuri "who am I" - nya, misi jiwa dan jalan yang ditempuh untuk memenuhi misi jiwa.
Manusia berada di dunia ini bukan karena kebetulan dan dia akan sangat terkejut ketika tahu dirinya memilih sendiri lahir di dunia ini karena memang jiwanya mengalir dari entitas tinggi. Atau, melihat kisah kehidupan masa lampaunya yang penuh keburukan dan kejahatan. Ada banyak paradoks dalam kehidupan manusia di dunia ini ketika garis perjalanan hidupnya ditarik mundur ke belakang dan diproyeksikan ke masa depan berangkat dari titik tolak saat ini. Masuk dalam Memori jiwa ibarat masuk dalam kehidupan yang tak terbatas. Otak yang kecil bisa menghasilkan buah pikiran yang
hebat
, apalagi jiwa yang terkoneksi dengan memori perjalanannya sendiri dan terkoneksi dengan alam semesta ini. Di titik ini, manusia mengalami pencerahan. Ia mengalami titik balik. Proses naik ke pencerahan ini sering kali didahului dengan apa yang disebut MALAM GELAP atau DESOLASI. Malam yang terlihat tanda-tandanya seperti "depresi" Padahal bukan. Ini diisi dimana manusia seperti terpisah dengan diri sendiri, terpisah dengan Sang Pencipta. Apa yang disukai terasa tak bermakna lagi, namun di hati ada dorongan mencari dan menemukan makna yang lebih agung, bahkan makna kecil dalam tekanan dan beban hidup yang kuat, seperti yang dialami Victor frankl ketika dipenjara di camp konsentrasi NAZI. Justru di sini Ia menemukan makna hidup sejati, yang ia tulis dalam bukunya "in search of meaning".
Apa yang dialami orang yang depresi ialah antara pikiran, tubuh dan jiwa mengalami proses ketidakterhubungan atau diskoneksi. Sementara malam gelap, koneksi itu sangat kuat dan sama sama terarah, saling support dalam proses pencarian Sang Yitmajati dalam diri.
Depresi bisa menimbulkan halusinasi, meski halusinasi itu sendiri muncul dari memori pikir yang terditorsi dan acak, lompat-lompat koneksinya. Malam gelap mengutuhkan memori untuk memahami jatidiri, kreatif dan konstruktif meski jalannya berliku. Di titik inilah banyak orang salah paham dan menyimpulkan apa yang menjadi pengalaman dari memori jiwa sebagai halusinasi. Kesimpulan ini bisa berangkat dari "pengalaman" Depresinya sendiri, atau ranah ilmunnya butuh upgrade untuk sampai ke sana.
Kembali pada pertanyaan reflektif: "Mengapa manusia ada daripada tidak ada?". Karena manusia itu berharga di hadapan diri dan penciptanya. Ia ada karena sebuah misi kehidupan yang membuatnya mesti fight, enjoy dan bahagia menjalani hidup sesuai dengan misi jiwanya.
Next, saya akan bahas tentang malam gelap atau desolasi itu.
0 komentar:
Posting Komentar